Ada sebuah doa yang diajarkan Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam. Di dalamnya terkandung permohonan agar Allah melindungi kita dari empat keburukan. Doanya berbunyi sebagai berikut:
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari ilmu
yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang
tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.”(HR Muslim
4899)
Setiap muslim tentunya tidak ingin terlibat dengan keempat macam keburukan yang disebutkan di dalam doa ini. Pertama, ilmu yang tidak bermanfaat.
Ilmu yang tidak bermanfaat adalah semua jenis ilmu yang tidak
mengantarkan seseorang kepada penambahan iman. Ilmu yang tidak
bermanfaat justru merongrong iman seseorang sehingga semakin lama
imannya semakin menipis. Sedangkan ilmu bermanfaat ialah ilmu yang
membuat seseorang menjadi semakin dekat dengan Allah. Ilmu bermanfaat akan mengantarkan seseorang untuk menjadi ingat akan kehidupan sejati kelak di akhirat. Contohnya ialah para ulul al-bab (orang-orang yang berakal) yang disebutkan di dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
“…Sungguh terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. Ya Tuhan kami, sesungguhnya
barangsiapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah
Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang
penolongpun.” (QS Ali Imran ayat 190-192)
Ulul al-bab merupakan orang-orang yang
menggunakan akal mereka sehingga setelah melakukan pengamatan terhadap
alam sambil mengingat Allah, lalu mereka segera teringat akan kehidupan
di akhirat. Sehingga mereka segera berdoa: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Inilah
gambaran mereka yang cermat dalam memilih ilmu untuk diamalkan. Mereka
sibuk dengan ilmu yang bermanfaat. Mereka sangat peduli untuk memastikan
bahwa ilmu apapun yang dikejar haruslah mengantarkan mereka menjadi
lebih dekat dan tunduk kepada Allah. Ilmu yang bermanfaat ialah ilmu
yang segera membangkitkan ingatan akan kehidupan akhirat yang hakiki dan
abadi. Mereka sangat waspada dan curiga terhadap berbagai ilmu yang
potensial mengancam stabilitas iman. Mereka sangat khawatir terhadap
berbagai ilmu yang menimbulkan keraguan akan kebenaran ajaran Allah, Din Al-Islam. Mereka waspada menghadapi ilmu yang membuat mereka lebih cinta kepada dunia dan melalaikan mereka akan akhirat.
Kedua, hati yang tidak khusyu’.
Keburukan berikutnya adalah memiliki hati yang tidak khusyu’. Artinya
hati yang tidak tunduk kepada Allah. Hati yang liar dan tidak bersandar
kepada Allah dalam menggapai ketenteraman. Padahal ciri orang beriman
ialah bila mengingat Allah hati mereka menjadi tenteram.
”(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS Ar-Ra’du ayat 28)
Sedemikian pentingnya memiliki hati yang khusyu’
(tunduk) sehingga Allah sendiri memperingatkan kita agar waspada
terhadap kekeringan atau kegersangan hati. Hal ini muncul bila orang
beriman terlalu lama mengabaikan ayat-ayat Allah. Mereka sengaja membuat
jarak dengan ayat-ayat Allah sehingga dengan berjalannya waktu hati
menjadi tidak khusyu’ alias menjadi keras. Satu-satunya solusi ialah
kembali menghidupkan ingatan dan perhatian terhadap ayat-ayat Allah.
Hidupkan makna ayat-ayat tersebut di dalam kehidupan nyata.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang
beriman, untuk tunduk(khusyu’) hati mereka mengingat Allah dan kepada
kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al-Hadid ayat 16)
Ketiga, nafsu yang tidak pernah kenyang.
Ini merupakan keburukan berikutnya. Apalagi kita sedang menjalani zaman
paling kelam dalam sejarah Islam. Di zaman ini begitu banyak fitnah
yang tersebar, sehingga tawaran untuk menuruti hawa-nafsu bermunculan di
sekeliling kita. Hampir dalam semua situasi ada peluang untuk menuruti
hawa-nafsu. Maka di zaman seperti ini sangat diperlukan pengendalian
diri. Sangat diperlukan kemampuan untuk memuaskan nafsu dengan cara yang
sesuai syariat dan proporsional. Islam tidak datang untuk membunuh
nafsu. Islam datang untuk mengendalikan hawa-nafsu. Sehingga kebutuhan
pemuasan nafsu bukan dimatikan melainkan diarahkan agar sesuai dengan
aturan syariat Allah. Dan bila hal ini dilakukan maka bukan saja
seseorang terbebas dari dosa bahkan ia dapat memperoleh pahala dari
Allah atas pemenuhan hawa-nafsu yang sesuai syariat Allah.
“Sesungguhnya di antara sahabat Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam
ada yang berkata:”Ya Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat
pahala, mereka mengerjakan sholat sebagaimana kami mengerjakan sholat,
dan mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa. Dan mereka bersedekah
dengan kelebihan harta mereka.” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam
bersabda: “Bukankah Allah telah menjadikan bagimu sesuatu untuk
bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap
tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh
seseorang kepada kebaikan adalah sedekah, melarangnya dari kemungkaran
adalah sedekah dan bersetubuhnya seorang kamu dengan istrinya adalah
sedekah.” Mereka bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah jika salah seorang di
antara kami menyalurkan syahwatnya, apakah ia mendapat pahala?”
Rasulullah menjawab: ”Tidakkah kamu tahu, apabila seseorang
menyalurkan syahwatnya pada yang haram, dia berdosa? Demikian pula
apabila disalurkannya kepada yang halal, dia mendapat pahala.” (HR
Muslim 1674)
Keempat, doa yang tidak dikabulkan.
Ini jelas merupakan suatu keburukan. Bayangkan, seorang muslim berdoa
kepada Allah namun tidak dikabulkan. Jelas ini merupakan suatu musibah.
Padahal Allah sendiri menjamin bahwa jika seseorang memohon sesuatu
kepada Allah, pasti Allah akan kabulkan. Tentu ada syaratnya: pertama, memohon hanya kepada Allah, tidak kepada selainNya; kedua, penuhi segenap perintah Allah dan ketiga, beriman dengan sebenarnya kepada Allah SWT.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu
tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku
mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku,
maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
(QS Al-Baqarah ayat 186)
Sumber : Eramuslim
Sumber : Eramuslim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar