Kementerian Pertahanan Indonesia tengah mempertimbangkan opsi
pembelian 16 pesawat tempur Su-35 dari Rusia. Pesawat tersebut
rencananya akan digunakan untuk menggantikan F-5 Tiger II yang dinilai
sudah ketinggalan zaman, demikian diberitakan oleh Defense News.
Opsi pembelian pesawat tersebut telah dibicarakan dalam pertemuan
perwakilan Kementerian Pertahanan Indonesia Purnomo Yusgiantoro dengan
Kepala Staf dan Komando Angkatan Udara Rusia pada pertengahan Januari
lalu.
Yusgiantoro menyatakan bahwa keputusan akhir mengenai pembelian Su-35 masih belum ditetapkan. Komando Angkatan Udara
Indonesia juga tengah mempertimbangkan alternatif lain untuk
menggantikan pesawat F-5 yang dinilai sudah menua. Selain Su-35, AU RI
juga sedang mempelajari pesawat tempur JAS 39 Gripen buatan Swedia,
pesawat F-16 Fighting Falcon Block 60, F-15 Silent Eagle dan F/A-18
Super Hornet asal AS, serta pesawat Rafale asal Prancis. Namun, Su-35 merupakan pilihan utama dari daftar kandidat tersebut.
Generasi Kelima
Semua pesawat tempur yang ikut serta dalam tender adalah pesawat paling modern dalam aviasi
militer dunia. Jika pesawat tempur Amerika, Prancis, Swedia merupakan
perwakilan generasi "4+”, Su-35 bisa disebut sebagai pesawat tempur
generasi “5-". Artinya, Su-35 memenuhi kriteria dan spesifikasi pesawat
tempur generasi baru secara maksimal, seperti halnya pesawat tempur F-22
Raptor dan F-35. Su-35 tersebut kerap disandingkan sebagai pesaing
utama pesawat tempur AS Raptor.
Biro Konstruksi Sukhoi
dengan rendah hati mengategorikan pesawat Su-35 ini sebagai generasi
“4++”, yakni pesawat yang lebih unggul dari generasi ke empat, namun
belum menjadi generasi kelima. Padahal, banyak pesaing dunia yang
menyebut Su-35 sebagai pesawat masa depan.
Lebih Unggul
Tak mudah bagi orang awam untuk membedakan pesawat Su-35 dari
Su-27, ataupun Su-30MK. Namun sesungguhnya, terdapat perbedaan
signifikan antara tiap pesawat tersebut. Skema aerodinamika fuselage
(badan pesawat) Su-35 merupakan konfigurasi paling muktahir dibanding
para pendahulunya. Su-35 juga memiliki bentuk yang lebih ramping
(konfigurasi Kanard) dibanding Su-27, serta tidak memiliki kemudi
horizontal bagian hidung pesawat seperti Su-30. Kemudi horizontal yang
dibuat pada pesawat Su-30MKI oleh India dapat meningkatkan kemampuan
manuver pesawat. Dengan dilengkapi mesin pesawat jet yang memiliki thrust vector control, pesawat Su-30 merupakan pesawat tempur terbaik di dunia.
Manuver udara Cobra Pugachev adalah gerakan pada saat pesawat
menambah ketinggian dan pada momen tertentu pesawat tersebut berhenti
dan menggantung di udara dengan bertumpu pada ekor (seperti bentuk
kepala ular kobra), lalu hidung pesawat mulai menurun seperti halnya
daun jatuh, sambil berputar kembali ke posisi semula. Manuver ini tidak
dapat dilakukan oleh satupun pesawat tempur lain di dunia. Sukhoi juga
mampu melakukan akselerasi dan berhenti seketika sambil mengangkat
seluruh permukaan badan pesawat menghadap belakang. Dari posisi
tersebut, pesawat Sukhoi dapat melanjutkan penerbangan mereka dengan
kecepatan minimum. Bila hal itu dilakukan oleh pesawat tempur lain,
kemungkinan mereka akan jatuh.
Kemampuan taktis tersebut digunakan oleh pilot-pilot asal India
saat melakukan latihan bersama dengan AU AS serta negara-negara lain.
Di salah satu latihan tersebut, pilot India dapat mengalahkan pilot AS
yang mengendarai F-15C/D Eagle. Setelah pelaksanaan latihan bersama
itu, Jendral AS Hal Homburg yang merupakan Kepala Komando Pertahanan
Udara Angkatan Udara AS, dipaksa untuk mengakui bahwa hasil latihan
tersebut menjadi kejutan besar bagi para pilot Amerika. “Kami ternyata
bukan yang paling unggul di seluruh dunia. Pesawat tempur Su-30 MKI
lebih baik dibanding F-15C. Angkatan udara negara yang memiliki pesawat
tersebut tentu lebih kuat dan dapat menjadi ancaman bagi keadidayaan
Amerika di udara pada masa yang akan datang,” ujar Homburg.
Saat ini Indonesia memiliki 16 pesawat tempur Su-27SK/SKM dan Su-30
MK/MK2. Hingga 2024, akan ada delapan skuadron yang berisi 16 unit
pesawat tipe “Su” per skuadronnya. Kemungkinan skuadron tersebut akan
diisi oleh pesawat unggulan saat ini yakni Su-35.
Kemampuan super manuver Su-35 didapat dari mesin pesawat 117S.
Mesin tersebut dikembangkan dari pendahulunya, yakni mesin tipe AL-31F
yang dipasang pada pesawat Su-27. Namun mesin 117S memiliki kekuatan
dorong yang lebih besar, yakni 14,5 ton, sementara pendahulunya hanya
memiliki kekuatan dorong 12,5 ton. Mesin ini juga memiliki keunggulan
berupa sumber energi yang lebih besar dan penurunan pemakaian bahan
bakar. Hal tersebut membuat mesin ini tidak hanya mampu memberikan
kecepatan yang tinggi dan super manuver, tetapi juga kemampuan untuk
membawa persenjataan lebih banyak. Mesin tersebut akan dipasang pada
pesawat tempur seri pertama T-50 nantinya.
Pilot uji coba Biro Konstruksi Sukhoi Sergey Bogdan mengatakan,
pada saat penerbangan pertama Su-35, mereka ditemani oleh pesawat
Su-30MK. Ini membuat mereka dapat membandingkan kemampuan mesin
masing-masing pesawat. Pada saat penerbangan tersebut, Su-35 melakukan
percepatan maksimum dalam moda tanpa pembakaran lanjut, sedangkan
Su-30MK harus mengejarnya dengan menggunakan moda pembakaran lanjut
karena beberapa kali tertinggal dari Su-35. "Ini merupakan keunggulan
tersendiri bagi Su-35 yang dapat memberi keuntungan dan kemampuan lebih
besar saat melakukan pertempuran di udara," tutur Bogdan.
Dibanding Su-27, kabin pesawat Su-35 tidak memiliki komponen
analog dengan jarum penunjuk. Penunjuk analog tersebut digantikan oleh
kristal cair berwarna. Petunjuk itu sama seperti televisi dalam mode Picture in Picture,
yakni terdapat layar-layar yang menunjukkan semua informasi yang
dibutuhkan oleh para pilot.
Semua komponen hidrodinamika pengendali
mesin penghasil tenaga digantikan dengan komponen elektronik. Para
perancang pesawat mengatakan bahwa hal tersebut tidak hanya menghemat
tempat dan beban pesawat, tetapi juga dapat membuat mesin pesawat
tersebut bisa dikendalikan menggunakan kontrol jarak jauh. Itu berarti
peran pilot sudah tidak dominan, karena komputer akan menentukan dengan
kecepatan berapa dan moda mesin seperti apa yang akan digunakan untuk
mengejar sasaran, serta pada momen apa saja pilot diizinkan menggunakan
senjata.
Adapun mode penerbangan kompleks, seperti penerbangan di
ketinggian yang sangat minim dengan relief permukaan yang berbukit,
dapat dilakukan oleh pesawat Su-35. Selain itu, sistem komputer juga
menjaga agar pilot menggunakan senjata tanpa membahayakan pesawat itu
sendiri atau agar pesawat tidak lepas kendali. Su-35 juga dilengkapi
dengan sistem radar Active Electronically Scanned Array
muktahir milik T-50. Sistem radar serupa hanya dimiliki oleh pesawat
F-22, dan kemungkinan juga akan dimiliki oleh Rafale. Berkat sistem
radar tersebut, Su-35 dapat melihat semua hal yang ada di udara dan di
darat dalam radius beberapa ratus kilometer. Su-35 dapat mengikat 30
sasaran sambil mengarahkan senjatanya pada sepuluh sasaran tersebut.
Komoditas Ekspor
Para pakar ahli yakin bahwa F-22 maupun T-50 tak akan menjadi
komoditas ekspor. Harga satu unit Raptor mencapai 133,1 juta dolar AS,
dan T-50 juga bukanlah pesawat murah. Adapun Su-35 yang merupakan
generasi setelah “4+” ini dibanderol 30-38 juta dolar AS, yang
menjadikan pesawat tersebut sebagai primadona ekspor berlabel “generasi
5-". Ini bukan hanya sebuah langkah pemasaran yang cantik, namun Su-35
memang dibuat untuk melampaui pesawat tempur generasi “4+” asal Eropa
seperti Rafale dan Eurofighter 2000, serta pesawat tempur yang sudah
dimodernisasi buatan Amerika yakni F-15, F-16, dan F-18. Selain itu,
pesawat Su-35 juga mampu menandingi pesawat generasi kelima, seperti
F-35 dan F-22A. Hal tersebut diakui oleh para pakar dunia Barat,
berdasarkan data-data pemodelan komputer. Kemungkinan fakta inilah yang
menarik perhatian badan militer Indonesia.
Sumber : Rbth
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar